Menurut
Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi
lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya,
sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada
dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku
terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah
definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan beberapa
kompleksitas: 1. Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan
sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi
perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan
proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku
Menurut
Triandis, Malpass, dan Davidson (1972)
psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber
dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang
ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori
psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi
universal.
Menurut
Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973)
menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota
berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat
membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan.
Menurut
Triandis (1980) mengungkapkan
bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai
perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang
berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam
budaya yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi
lintas budaya adalah psikologi yang memperhatikan faktor-faktor budaya, dalam
teori, metode dan aplikasinya.
Riset lintas budaya
dalam psikologi adalah perbandingan sistematis dan eksplisit antara
ubahan-ubahan (variabel) psikologi dibawah kondisi-kondisi perbedaan budaya
dengan maksud mengkhususkan anteseden-an-teseden dan proses-proses yang
memerantarai (mediate) kemunculan perbedaan perilaku (eckensberger, 1972, hal.
100)
Tujuan Mempelajari Psikologi Lintas
Budaya
Tujuan
dari kajian psikologi Lintas Budaya adalah mencari persamaan dan perbedaan
dalam fungsi-fungsi individu secara psikologis, dalaam berbagai budaya dan
kelompok etnik.
Psikologi lintas
budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya
atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk
menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan
jenis modifikasi teori yang psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang
diperlukan agar menjadi universal (Triandis,Malpass, & Davidson, 1972,
Hal. 1)
Hubungan psikologi lintas budaya dengan disiplin
ilmu lainnya
Contohnya
hubungan antara ilmu sosiologi, antropologi dan kepribadian seseorang
Pada awal
perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru
sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke
atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa
budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena
itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan
kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya
dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi
cabang-cabang ilmu psikologi lainnya. Sebenarnya bagaimana hubungan antara
psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) mem buat kerangka
sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial, Ekologi –
budaya – sosialisasi – kepribadian – perilaku Sementara itu Berry, Segall,
Dasen, & Poorting-a (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami
bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang
berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik,
kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi
lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan
dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut
kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan
pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan
karakter psikologis tertentu.
Kepribadian
dengan Psikologi Lintas Budaya. Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang
berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi
kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak sebagi
aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan
yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial. Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi yang terdiri atas
faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis. Hal pertama yang menjadi
perhatian dalam studi lintas budaya dan kepribadian adalah perbedaan diantara
keberagaman budaya dalam memberi definisi kepribadian. Dalam
literature-literatur Amerika umumnya kepribadian dipertimbangkan sebagai
perilaku, kognitif dan predisposisi yang relatif abadi. Definisi lain
menyatakan bahwa kepribadian adalah serangkaian karakteristik pemikiran,
perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan cenderung konsisten
dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu
kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta
konsistensi (stability
and consistency). Semua definisi di atas menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan
pada stabilitas dan konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi.
Definisi tersebut diyakini dalam tradisi panjang oleh para psikolog Amerika dan
Eropa yang sudah barang tentu mempengaruhi kerja ataupun penelitian mereka.
Semua teori mulai dari psikoanalisaFreud, behavioral approach Skinner, hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa kepribadian berlaku konsistan dan
konsep-konsep mereka berlaku universal. Dalam budaya timur, asumsi stabilitas
kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian
adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat lentur
yang menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung
berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.
Perbedaan Lintas
Budaya dengan Psikologi indigenous dan antropologi adalah
Lintas Budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk
variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui
memperluas metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku,
bahasa dan makna, ia berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah
psikologi.
Antropologi adalah
salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau
muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih
memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti
kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi
pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Psikologi Indigenous
Indigenous psychology
adalam kajian ilmiah mengenai perilaku dan mental manusia yang bersifat
pribumi, tidak dibawa dari daerah lain, dan didesain untuk masyarakatnya
sendiri (Kim & Berry, 1993). Pendekatan ini mendukung pembahasan
mengenai pengetahuan, keahlian, kepercayaan yang dimiliki seseorang serta
mengkajinya dalam bingkai kontekstual yang ada. Teori, konsep, dan metodenya
dikembangkan secara indigenous disesuaikan dengan fenomena psikologi yang
kontekstual. Tujuan utama dari pendekatan indigenous psychology adalah untuk
menciptakan ilmu pengetahuan yang lebih teliti, sistematis, universal yang
secara teoritis maupun empiris dapat dibuktikan (Kim et. al., 2006).
Kemunculan indigenous
psychology tidak lepas dari kebimbangan-kebimbangan peneliti psikologi dari
Asia, yang belajar psikologi di Barat, ketika mereka kembali dan mencoba untuk
mengembangkan psikologi di negaranya, mereka menjumpai banyak kesulitan dan
mulai mempertanyakan kembali validitas, universalitas, dan aplikabilitas dari
teori-teori psikologi (Kim, 2000). Para peneliti tersebut berkesimpulan bahwa
setiap budaya harus dipahami dari bingkai acuannya sendiri, termasuk konteks ekologi,
sejarah, filosofi, dan agama yang ada (Kim et. al., 2006).
Pendekatan indigenous
psychology mempertanyakan konsep universalitas dari teori-teori psikologi yang
ada dan berusaha menemukan psikologi yang universal dalam konteks sosial,
budaya, dan ekologi (Kim & Berry, 1993; Yang, 2000). Hal ini didukung
dengan keterangan dari Enriquez (1993), Kim & Berry (1993), Koch
& Leary (1985), Shweder (1991) yang dikutip oleh Kim, et al (2006) yang
menyatakan bahwa sejumlah penelitian menyebutkan bahwa teori-teori psikologi
sebenarnya berkaitan dengan batasan budaya (culture-bound), nilai-nilai daerah
(value-laden) dan dengan validitas yang terbatas.
Indigenous psychology
menyajikan suatu pendekatan dimana muatannya (makna, nilai dan kepercayaan) bersifat
kontekstual (keluarga, sosial, budaya, dan ekologi) yang secara eksplisit
menggabungkannya dalam desain penelitian (Kim et. al., 2006).
Bacaan lebih lanjut:
Kim, U. & Berry, J.W. (1993).
Indigenous Psychologies: Experience and Research in Cultural Context. Newbury
Park, CA: Sage Publication.
Kim, U. (2000). Indigenous, Cultural,
and Cross Cultural Psychology: A Theoretical, Conceptual, and Epistimological
Analysis. Asian Journal of Social Psychology 3: 265-287.
Kim, U., Yang, K., Hwang, K. (2006).
Contributions to Indigenous and Cultural Psychology: Understanding People in
Context. Dalam Kim, U., Yang, K., Hwang, K., (eds). Indigenous and Cultural
Psychology: Understanding People in Context. New York: Springer.