Monday, October 15, 2012

AKULTURASI & RELASI INTERNAKULTURAL


Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.

Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan).

Enkulturasi / Interkultural mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.

Hubungan antar Budaya (relasi interkultural) adalah Peristiwa yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antar budaya local maupun budaya asing contohnya : salam suatu lingkungan/ Rumah terjadi pencampuran budaya antara budaya Jawa-sunda, Sunda Minang, Jawa- Minang, Betawi – Jawa dan lain sebagainnya.
Relasi intercultural sendiri terjadi karena adanya komunikasi manusia satu dengan yang lainnya, komunikasi antarbudaya yang berbeda suku, ras, etnik, serta sosioekonomi seperti halnya pengertian dibawah ini, bahwa..

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.  Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti rasetnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1.      Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2.      Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
3.      Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4.      Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.



Sunday, October 14, 2012

Yunita Merliyanie ❤ Transmisi Budaya dan Biologis awal Perkembangan dan Pengasuhan


Transmisi budaya adalah cara sekolompok manusia atau hewan yang berada di dalam suatu wilayah atau budaya untuk mempelajari suatu informasi baru, cara belajar sangat dipengaruhi oleh bagaimana budaya itu dapat disosialisasikan kepada anak kecil dan anak muda. Transmisi kebudayaan tidak hanya terbatas pada mengajarkan kepada anak bagaimana cara belajar, melainkan juga bagaimana menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru.

Fungsi transmisi kebudayaan masayarakat kepada anak dapat dibedakan menjadi 2 macam :
Transmisi pengetahuan dan ketrampilan
Transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma.

Bentuk – bentuk Transmisi Budaya ada 3 yaitu :

Enkulturasi adalah proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat).

Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses  berkembang, berhubungan, mengenal,dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat.

Akulturasi adalah suatu proses social yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsure kebudayaan kelompok itu sendiri.

Pengaruh nya terhadap perkembangan psikologi individu:

Enkulturasi sendiri mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

Sosiologi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat.

Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.











Dalam hal ini mempengaruhi pola perkembangan seorang anak, karena seorang anak sejak dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh maka kelekatan antara seorang anak dan ibu tersebut kurang daripada seorang anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibu nya.
Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi dan enkulturasi terjadi di masyarakat membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya. Psikologi individu cenderung lebih menekankan kepada bagaimana individu bertingkah laku di kehidupan sehari-hari jika di lihat dari sudut pandang cara belajar maka tingkah laku ini sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya juga.
Perkembangan adalah proses hidup manusia dari dilahirkan hingga meninggal dan banyak hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan seseorang diantaranya budaya.

Pola asuh adalah cara orang tua untuk menjaga, mendidik, dan membesarkan anak-anak mereka dan pola asuh ini sangat dipengaruhi oleh budaya, karena menurut observasi saya rata-rata ibu-ibu muda yang baru mempunyai anak cenderung meminta nasihat kepada orang tua mereka tentang bagaimana cara mengasuh anak mereka dan secara tidak langsung jika ditelusuri jika anak meminta nasihat kepada orang tua untuk mengasuh anak dan orang tua meminta nasihat kepada orang tuanya dan begitu seterusnya maka bisa di katakan bahwa itulah yang disebut enkulturasi pola asuh.

Friday, October 12, 2012

Pengertian Psikologi Lintas Budaya


Pengertian Psikologi Lintas Budaya 



Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan beberapa kompleksitas: 1. Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku

Menurut Triandis, Malpass, dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal.

Menurut Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan.

Menurut Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi lintas budaya adalah psikologi yang memperhatikan faktor-faktor budaya, dalam teori, metode dan aplikasinya.
Riset lintas budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematis dan eksplisit antara ubahan-ubahan (variabel) psikologi dibawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan anteseden-an-teseden dan proses-proses yang memerantarai (mediate) kemunculan perbedaan perilaku (eckensberger, 1972, hal. 100)

Tujuan Mempelajari Psikologi Lintas Budaya
Tujuan dari kajian psikologi Lintas Budaya adalah mencari persamaan dan perbedaan dalam fungsi-fungsi individu secara psikologis, dalaam berbagai budaya dan kelompok etnik.
Psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal (Triandis,Malpass, & Davidson, 1972, Hal. 1)
 

Hubungan psikologi lintas budaya dengan disiplin ilmu lainnya

Contohnya hubungan antara ilmu sosiologi, antropologi dan kepribadian seseorang

Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya. Sebenarnya bagaimana hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) mem buat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial, Ekologi – budaya – sosialisasi – kepribadian – perilaku Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poorting-a (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.

Kepribadian dengan Psikologi Lintas Budaya. Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial. Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi yang terdiri atas faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis. Hal pertama yang menjadi perhatian dalam studi lintas budaya dan kepribadian adalah perbedaan diantara keberagaman budaya dalam memberi definisi kepribadian. Dalam literature-literatur Amerika umumnya kepribadian dipertimbangkan sebagai perilaku, kognitif dan predisposisi yang relatif abadi. Definisi lain menyatakan bahwa kepribadian adalah serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta konsistensi (stability and consistency). Semua definisi di atas menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan pada stabilitas dan konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi. Definisi tersebut diyakini dalam tradisi panjang oleh para psikolog Amerika dan Eropa yang sudah barang tentu mempengaruhi kerja ataupun penelitian mereka. Semua teori mulai dari psikoanalisaFreud, behavioral approach Skinner, hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa kepribadian berlaku konsistan dan konsep-konsep mereka berlaku universal. Dalam budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat lentur yang menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.

Perbedaan Lintas Budaya dengan Psikologi indigenous dan antropologi adalah

Lintas Budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui memperluas metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku, bahasa dan makna, ia berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah psikologi.

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Psikologi Indigenous
Indigenous psychology adalam kajian ilmiah mengenai perilaku dan mental manusia yang bersifat pribumi, tidak dibawa dari daerah lain, dan didesain untuk masyarakatnya sendiri (Kim & Berry, 1993). Pendekatan ini mendukung pembahasan mengenai pengetahuan, keahlian, kepercayaan yang dimiliki seseorang serta mengkajinya dalam bingkai kontekstual yang ada. Teori, konsep, dan metodenya dikembangkan secara indigenous disesuaikan dengan fenomena psikologi yang kontekstual. Tujuan utama dari pendekatan indigenous psychology adalah untuk menciptakan ilmu pengetahuan yang lebih teliti, sistematis, universal yang secara teoritis maupun empiris dapat dibuktikan (Kim et. al., 2006).
Kemunculan indigenous psychology tidak lepas dari kebimbangan-kebimbangan peneliti psikologi dari Asia, yang belajar psikologi di Barat, ketika mereka kembali dan mencoba untuk mengembangkan psikologi di negaranya, mereka menjumpai banyak kesulitan dan mulai mempertanyakan kembali validitas, universalitas, dan aplikabilitas dari teori-teori psikologi (Kim, 2000). Para peneliti tersebut berkesimpulan bahwa setiap budaya harus dipahami dari bingkai acuannya sendiri, termasuk konteks ekologi, sejarah, filosofi, dan agama yang ada (Kim et. al., 2006).
Pendekatan indigenous psychology mempertanyakan konsep universalitas dari teori-teori psikologi yang ada dan berusaha menemukan psikologi yang universal dalam konteks sosial, budaya, dan ekologi (Kim & Berry, 1993; Yang, 2000). Hal ini didukung dengan keterangan dari Enriquez (1993), Kim & Berry (1993), Koch & Leary (1985), Shweder (1991) yang dikutip oleh Kim, et al (2006) yang menyatakan bahwa sejumlah penelitian menyebutkan bahwa teori-teori psikologi sebenarnya berkaitan dengan batasan budaya (culture-bound), nilai-nilai daerah (value-laden) dan dengan validitas yang terbatas.
Indigenous psychology menyajikan suatu pendekatan dimana muatannya (makna, nilai dan kepercayaan) bersifat kontekstual (keluarga, sosial, budaya, dan ekologi) yang secara eksplisit menggabungkannya dalam desain penelitian (Kim et. al., 2006).

Bacaan lebih lanjut:
Kim, U. & Berry, J.W. (1993). Indigenous Psychologies: Experience and Research in Cultural Context. Newbury Park, CA: Sage Publication.
Kim, U. (2000). Indigenous, Cultural, and Cross Cultural Psychology: A Theoretical, Conceptual, and Epistimological Analysis. Asian Journal of Social Psychology 3: 265-287.
Kim, U., Yang, K., Hwang, K. (2006). Contributions to Indigenous and Cultural Psychology: Understanding People in Context. Dalam Kim, U., Yang, K., Hwang, K., (eds). Indigenous and Cultural Psychology: Understanding People in Context. New York: Springer.


Suzy Cat