Aliran Psikoanalisis
Aliran ini menyatakan bahwa struktur
dasar kepribadian manusia sudah terbentuk pada usia lima tahun. Freud
membagi struktur kepribadian dalam tiga komponen, yaitu id, ego,
dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antara
ketiga komponen tersebut. Idmerupakan sumber dari insting kehidupan
(makan, minum, tidur) dan insting agresif yang menggerakkan tingkah laku. Id berorientasi
pada prinsip kesenangan. Ego sebagai sistem kepribadian yang
terorganisasi, rasional, dan berorientasi pada prinsip realitas.Superego merupakan
komponen moral kepribadian yang terkait dengan norma di
masyarakat mengenai baik-buruk atau benar-salah. Superegoberfungsi
untuk merintangi doronganid, terutama dorongan seksual dan sifat
agresif, juga mendorong ego untuk menggantikan tujuan
realistik dengan tujuan moralistik, serta mengejar kesempurnaan.
Tesis-tesis tentang hakikat manusia dari aliran Psikoanalisis
adalah bahwa:Perilaku pada masa dewasa
berakar pada pengalaman masa kanak-kanak,- Sebagaian besar perilaku
terintegrasi melalui proses mental yang tidak disadari,- Pada dasarnya manusia
memiliki kecenderungan yang sudah diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri melalui
dorongan libido dan agresifitasnya,- Secara umum perilaku manusia bertujuan
dan mengarah pada tujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan
mencari kenikmatan,- Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada
perilaku neurosis,- Pembentukan simpton merupakan bentuk defensive,- Pengalaman
tunggal hanya dipahami dengan melihat keseluruhan pengalaman seseorang,-
Latihan pengalaman dimasa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa
dewasa dan diulangi pada transferensi selama proses perilaku.
Pandangan psikoanalisis memberi implikasi yang sangat luas
terhadap konseling dan psikoterapi, khususnya dalam aspek tujuan yang hendak
dicapai serta prosedur yang dapat dikembangkan.
Aliran humanistik
Aliran Humanistik
merupakan kontribusi besar dari psikolog-psikolog terkenal seperti Carl Rogers,
Goldon Allport dan Abraham Maslow. Humanistik muncul sebagai gerakan besar
psikologi pada tahun 1950 – 1960-an. Humanistik menegaskan adanya keseluruhan
kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri. Manusia
mempunyai potensi di dalam dirinya untuk berkembang sehat dan kreatif.
Kreativitas adalah potensi semua orang yang tidak memerlukan bakat dan
kemampuan khusus.
Aliran ini mengkritisi aliran Behaviorisme yang menekankan pada
stimulasi tingkah laku yang teramati. Menurut aliran Humanistik, pandangan
Behaviorisme terlalu menyederhankan dan melalaikan manusia dari pengalaman
batinnya, tingkah lakunya yang kompleks, nilai-nilai cinta kasih atau
kepercayaan, juga potensi dan aktualisasi diri. Humanistik sangat
mementingkan self (diri) manusia sebagai pemersatu yang
menerangkan pengalaman-pengalaman subjektif individual.
Aliran Humanistik juga tidak menyetujui pandangan Psikoanalisis
yang cenderung pesimistik dan pandangan Behaviorisme yang cenderung memandang
manusia sebagai netral (tidak baik dan tidak jahat). Menurut aliran Humanistik,
Psikoanalisis dan Behaviorisme telah salah dalam memandang tingkah laku
manusia, yaitu sebagai tingkah laku yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
diluar kekuasaanya (entah sadar entah tidak). Humanistik memandang manusia pada
hakikatnya adalah baik. Perbuatan-perbuatan manusia yang kejam dan mementingkan
diri sendiri dipandang sebagai tingkah laku patologik yang disebabkan oleh
penolakan dan frustasi dari sifat yang pada dasarnya baik tersebut. Seorang
manusia tidak dipandang sebagai mesin otomat yang pasif, tetapi sebagi peserta
aktif yang mempunyai kemerdekaan memilih untuk menentukan nasibnya sendiri dan
nasib orang lain. Aliran Humanistik memfokuskan diri pada kemampuan manusia
untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya
guna meraih potensi maksimal. Manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan
perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan
perilaku mereka.
Dalam kerangka Humanistik, Abraham Maslow menyusun teori motivasi
manusia, berupa variasi kebutuhan manusia yang tersusun dalam lima tahap
sebagai berikut:
1. Physiological needs
Kebutuhan homeostatik: makan, minum, rumah, kebutuhan istirahat,
seks, dan sebagainya.
2. Safety needs
Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum,
keteraturan, bebas dari rasa takut dan bebas rasa cemas.
3. Love needs / belonging needs
Kebutuhan kasih sayang, keluarga, anak, pasangan, serta menjadi
bagian dari kelompok masyarakat.
4. Esteem needs
Kebutuhan kekuatan, kekuasaan, kompetensi, kepercayaan diri,
kemandirian, penghargaan dari orang lain, status, kehormatan dan apresiasi.
5. Self actualization needs
Kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan
potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri dan pengembangan self.
Refleksi Kritis;
Asumsi Dasar Tentang Manusia Pada Aliran Psikologi Behaviorisme, Psikoanalisa
dan Humanistik
Setiap aliran pada ranah ilmu psikologi selalu mempunyai asumsi
dasar tentang manusia sebagai pangkal tolak perumusan teorinya. Secara singkat,
pada Behaviorisme dapat kita ketahui bahwa aliran ini mengasumsikan tingkah
laku manusia dibentuk oleh lingkungan. Sementara pada aliran Psikoanalisa,
manusia secara alamiah dikendalikan oleh alam bawah sadarnya. Aliran Humanistik
memberikan kritik pada aliran Behaviorisme dan Psikoanalisa yang dianggap
terlalu menyederhanakan permasalahan manusia sebagai entitas yang berakal budi
dan berperasaan. Aliran Humanistik secara optimis berasumsi bahwa manusia pada
dasarnya adalah baik dan setiap manusia adalah unik. Setiap manusia mempunya
potensi yang dapat dikembangkan demi mencapai aktualisasi dirinya secara penuh.
Setiap aliran psikologi tersebut sama-sama menjadikan manusia
sebagai objek kajian untuk diteliti. Dalam kajian filsafat manusia, manusia
tidak bisa hanya dipandang sebagai objek semata-mata. Setiap manusia adalah
subjek yang mempunyai modus meng’ada’ dengan caranya yang serba unik. Keunikan
tersebut juga berlaku bagi cara manusia dalam memandang realitas. Untuk itu, psikologi
sebagai disiplin ilmu yang menjadikan manusia sebagai objek, terutama dalam
urusan jiwa, tidak bisa secara serta-merta menyeragamkan manusia dengan
klasifikasi dan kualifikasi tertentu tanpa adanya penggunaan pertimbangan etis
normatif dan filosofis.